[Unpad.ac.id, 24/11] Raut kebahagiaan terlihat jelas dari wajahnya. Di tengah keramaian, ia disambut sejumlah anggota keluarga yang telah menunggunya di luar Grha Sanusi Harjadinata. Ayah, ibu, adik, nenek, sampai kakek satu persatu memeluk dan mengucapkan selamat padanya. Namanya Ayu Setyaningsih (21), mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unpad. Pada pelaksanaan Wisuda Gelombang I Tahun Akademik 2010/2011 ini, Ayu meraih predikat sebagai lulusan dengan IPK tertinggi (3,94) dan ia pun menamatkan pendidikannya dengan waktu tercepat, 2 tahun 11 Bulan.
Ayu Setyaningsih (Foto: Dadan T.) |
Alhamdulilah. Tak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan moment ini selain mengucap syukur. Saya merasa senang dan bangga bisa meraih predikat IPK tertinggi sekaligus tercepat. Selama kuliah, saya hanya berusaha dan belajar dengan sungguh-sungguh,” ungkap Ayu ketika ditemui seusai Pelaksanaan Wisuda Sesi III Tahun Akademik 2010/2011 di Gedung Mochtar Kusumaatmadja, FH Unpad, Jln. Dipatiukur No.35 Bandung, Rabu (24/11).
Pada awalnya, gadis kelahiran Tarakan, Kalimantan Timur 5 Nopember 1989 ini bercita-cita menjadi dokter. Namun, ketika duduk di bangku SMA, hatinya kemudian terpanggil untuk menjadi seorang hakim. Ia pun kemudian berhasil masuk Fakultas Hukum dan mengambil konsentrasi Hukum Perdata.
“Saya ingin menjadi hakim! Dari awal memang senang dengan setiap mata kuliah hukum khususnya Hukum Perdata. Saya rasa, hukum sangat aplikatif,” tuturnya.
Cita-cita menjadi hakim tak lepas juga dari sosok kakeknya yang seorang hakim. Putri pasangan Sentot Suwahyono (53) dan Pepi Karliati (48) ini mengatakan, profesi sebagai hakim merupakan suatu profesi yang mulia. Dalam menuju cita-citanya tersebut, ia juga telah melakukan sejumlah tes, baik itu meneruskan kuliah di jenjang S2 dan test atau seleksi untuk menjadi seorang Hakim.
“Hakim itu ibarat kata, satu kaki berdiri di dunia dan satu kaki pertanggungjawabnya ke Tuhan. Hal ini menjadi tantangan untuk saya,” jelas anak pertama dari tiga bersaudara yang menyelesaikan pendidikannya dengan skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Mengenai Pelanggaran Kawin Siri dan Poligami Dalam Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama Bidang Perkawinan Dikaitkan dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974”.
“Mengapa saya mengangkat hal ini, karena setahu saya poligami dan nikah siri itu ada di dalam ranah hukum privat. Tapi yang menjadi masalah adalah kenapa dikenakan sanksi pidana,” tutur Ayu.
Melihat putri sulungnya meraih predikat yang luar biasa, Sentot Suwahyono merasa senang atas prestasi yang diraih putrinya. Ia mengaku menyerahkan sepenuhnya pada putrinya untuk menentukan cita-cita.
“Semua adalah keinginan dia. Sebagai orang tua, saya hanya berpesan agar menjadi seseorang yang bertanggung jawab,” tutur Sentot. Begitupula dengan ibunya, Pepi Karliati. Pepi mengatakan sangat bangga atas prestasi Ayu. Ia berharap putrinya dapat menjadi anak yang berguna bagi bangsa, negara dan sukses di dunia dan akhirat.
Ayu kemudian secara khusus memberikankan pesan dan kesan kepada rekan-rekannya untuk terus berusaha dalam meraih cita-cita.
“ Untuk teman-teman, baik yang sedang kuliah atau sedang menyelesaikan skripsi. Ketika ada sesuatu hal yang nggak sesuai dengan keinginan kita, jangan menyerah dan putus asa. Karena untuk membuat berlian yang bersinar pun butuh tempaan dan tekanan. Jadi jangan mudah putus asa,” tutup Ayu penuh semangat. (eh)*