Pages

Studi Kasus RUUK DIY

Studi Kasus Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta


Dalam studi kasus ini saya mengangkat permasalahan yang lagi menghangat yaitu tentang Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta yang draft RUUK tersebut telah diterima DPR.

Dalam RUUK tersebut dinyatakan bahwa Sultan Hamengkubuwono X dan Pakualam IX tidak otomatis menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY, melainkan menjadi gubernur dan wakil gubernur utama DIY. 

Gubernur DIY dipilih oleh DPRD dengan mekanisme penyelenggara pilkada provinsi menyerahkan daftar calon Gubernur ke DPRD Provinsi. Selanjutnya, DPRD Provinsi melakukan pemilihan terhadap calon Gubernur yang diusulkan.

Karenanya menurut RUUK DIY ada tiga penyelenggara Pemda yang terdiri dari Gubernur dan Wakil Gubernur Utama, DPRD, serta Gubernur DIY beserta perangkatnya.

Saya kurang setuju terhadap draft RUUK tersebut. Karena walaupun kemungkinan tujuan utama RUUK tersebut untuk menegakkan demokrasi yaitu dengan memilih gubernur dan wakil gubernur walaupun tidak dipilih secara langsung, tetapi menurut saya hal tersebut malah menjauhi esensi dari demokrasi tersebut. 

Seperti kita ketahui demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat atau dari kedaulatan rakyat. Rakyat Yogyakarta telah dipimpin oleh Sultan HB sejak kesultanan berdiri, mereka meminta keistimewaan Yogyakarta dipertahankan dengan menetapkan secara otomatis Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur. Oleh sebab itu jika menginginkan pemerintahan demokratis di DIY maka dengarkanlah suara rakyat DIY yang meminta Sultan HB dan PA menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY.

Kalaupun memang ingin menyelenggarakan demokraasi dengan pilkada, mengapa tidak dipilih langsung oleh rakyat seperti provinsi lainnya. Mengapa mesti dipilih oleh DPRD.

Setelah membaca, Mohon Post-kan komentar
Terima Kasih
Yang lainnya :