Masing-masing kota pasti memiliki titik nol dengan semua cerita menarik di baliknya. Di Bandung, titik nol nya terletak di pusat kota, tepatnya di Jalan Asia Afrika, di depan sebuah Hotel bergaya Art Deco, Savoy Homann Bidakara, hotel yang pernah disinggahi Ir. Soekarno dan Komedian Dunia Charlie Chaplin. Tugu setinggi kurang lebih 1 meter ini, banyak menyimpan sejarah panjang pembangunan kota Bandung, karena Titik Nol ini masih dianggap sebagai titik pusat pembangunan Bandung.
Ada sedikit cerita dibalik Titik Nol Bandung ini. Dahulu ketika Belanda masih menguasai sebagian besar wilayah Indonesia, Gubernur Jenderal Belanda, Mr. Herman Willem Daendels memerintahkan untuk membangun jalan raya sepanjang 1000 km, termasuk Jalan Raya Pos di Bandung yang sekarang berubah nama menjadi Jl. Asia Afrika. Ketika mengunjungi Bandung, Daendels dan Bupati Bandung, Wiranatakusumah II; meresmikan Jembatan Cikapundung, lalu Daendels berbicara dalam bahasa Belanda, “Usahakanlah, jika saya kembali, di sini telah dibangun sebuah kota”. Sabda Daendels ini konon diucapkan sembari menancapkan tongkat di sebuah titik, yang akhirnya disebut sebagai Titik Nol Bandung tersebut. Dari sini pun, berkembang anggapan bahwa Titik Nol adalah titik balik pembangunan Bandung.
Tidak hanya Tugu Titik 0 saja yang bisa dikunjungi di Jalan Asia Afrika ini, wilayah yang dulunya ini bernama De Grote Postweg dikelilingi oleh bangunan-bangunan mewah sekaligus bersejarah bergaya Art Deco, seperti Gedung Merdeka atau Museum Asia Afrika, tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955. Kemudian ada The Majestic Braga, dulunya bernama Pusat Budaya Asia Afrika yang digunakan untuk gedung bioskop para pembesar zaman Belanda. Di dekat tugu ini pula, terletak kepala lokomotif asli dari tahun 1900 dan masih kokoh dipajang sebagai salah satu ciri bangunan kuno khas Bandung.
Jadi kalau Anda ke Kota Kembang, sempatkan untuk bernapak tilas sejarah Bandung di Titik Nol dan bangunan-bangunan bersejarah di sekitarnya. Seakan menelusuri Bandung melalui lorong waktu, menggugah kesadaran kita untuk makin menghargai sejarah dan optimis menatap masa depan. (FA/RA)
Sumber : Bandung Review
Setelah membaca, Mohon Post-kan komentar
Terima Kasih
Yang lainnya :